Selasa, 10 Juli 2012
MAKALAH BISING
MAKALAH
BISING
TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap aktifitas manusia
disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising. Seiring perkembangan zaman manusia pun
membutuhkan industri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan
aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat
mengganggu pekerja maupun masyarakat sekitarnya.
Kebisingin merupakan salah
satu masalah kesehatan lingkungan. Bising adalah suara yang tidak dikehendaki
yang dapat mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan (Suma’mur, 1984).
Pengaruh bising pada kesehatan berupa gangguan pendengaran dan gangguan bukan
pendengaran.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang
bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan
manusia dan lingkungan. Upaya pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan
kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.
Kebisingan
merupakan salah satu aspek lingkungan
yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan
bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat
dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam
cara.
Gangguan
pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL )
adalah tuli akibat
terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.1,2 Tuli akibat bising
merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah
presbikusis.
Secara
umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85
desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran
Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan
biasanya terjadi pada kedua telinga
Banyak
hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain
intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian
kebisingan
2. Sumber
bising yang dibedakan berdasarkan jenis dan bentuk
3. Pengaruh
bising terhadap diri kita
4. Tingkat
kebisingan secara statistik, ekivalen, serta siang-malam
5. Pengukuran
kebisingan
6. Cara-cara
untuk mengendalikan bising yang ada
7. Metode
untuk memprediksi kebisingan
1.3 Manfaat
1. Mengetahui
secara umum apa yang dimaksud dengan kebisingan
2. Mengetahui
sumber-sumber bising berdasarkan jenis dan bentuk-nya
3. Mengetahui
pengaruh bising terhadap kesehatan diri kita
4. Mengetahui
tingkat kebisingan secara statistik, ekivalen serta siang-malam
5. Mengetahui
alat-alat apa saja yang digunakan untuk mengukur kebisingan
6. Mengetahui
dan memepelajari bagaimana cara untuk mengendalikan bising yang ada
7. Mengetahui
metode-metode untuk memprediksi kebisingan
1.4 Tujuan
1. Agar
pembaca paham apa yang dimaksud dengan kebisingan walaupun secara umum
2. Memberi
tahu sumber-sumber bising berdasarkan pada jenis dan bentuknya
3. Memberi
tahu pengaruh bising terhadap kesehatan diri kita
4. Memberi
tahu
tingkat-tingkat kebisingan yang ada
5. Memberi
tahu alat-alat apa saja yang digunakan untuk mengukur kebisingan
6. Agar
pembaca mengetahui dan menegerti bagaimana cara yang digunakan untuk
mengendalikan kebisingan
7. Memberi
tahu metode untuk memprediksi kebisingan.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Bising
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu
atau tidak dikehendaki, defenisi ini menunjukkan bahwa bising itu sangat
subjektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya
bising. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan
kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunisasi, gangguan istirahat, gangguan
tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku
pemukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.
Saat ini kebisingan telah menjadi masalah yang banyak di hadapi penduduk. Untuk
kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi harus
dikendalikan tingkat kebisingannya sehingga tidak melampaui batas.
Dalam kesehatan kerja, bising diartikan
sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif
(peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum
pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas , frekuensi, durasi, dan pola
waktu.
Suara dikatakan bising bila suara-suara
tersebut menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti gangguan percakapan,
gangguan tidur dan lain-lain (Suma’mur, 1996).
Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis
merupakan penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis
seperti misalnya udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai
akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang
telinga.”
Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula
diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.”
Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang
mengganggu
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising
adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan
kesehatan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah “bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Kebisingan dapat juga diartikan sebagai bentuk suara
yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga secara umum kebisingan
dapat diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan lingkungan. Bising
dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya
cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja.
Kebisingan
adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan
dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB).
Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara
yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker,
kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat,
proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan
dan pendengaran.
Bunyi yang
menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran
sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga
molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya
gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan
longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi
sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan
kenyamanan dan kesehatan
2.2 Sumber Bising
Sumber
bising dapat dibedakan berdasarkan dua 2 kategori, yaitu sumber bising
berdasarkan jenis dan sumber bising berdasarkan bentuk.
A.
Berdasarkan Jenis
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan
industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan
seni, dan kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan
melalui lantai, atap, dan alat-alat.
Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
1.
Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga
dan mesin;
2.
Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan
lain.
Pembagian
sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:
1.
Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)
Tingkat
tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:
-
Kecepatan lalu lintas;
-
Kecepatan kendaraan;
-
Kondisi permukaan jalan.
2. Industri: tergantung kepada jenis industri
dan peralatan. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3
macam, yaitu
1. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.
2. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh
akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak
seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang
torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
3.
Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini di timbulkan akibat
pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya
pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan
lain-lain.
B.
Berdasarkan Bentuk
Sumber Titik (sumber diam), adalah penyebaran
kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan
sebagai pusatnya dan menyebar diudara dengan kecepatan sekitar 360 m/det.
Sedangkan sumber Garis (sumber bergerak), merupakan
penyebaran kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris dan sumber
kebisingan sebagai sumbunya dengan menyebar ke udara dengan kecepatan sekitar
360 m/det. Sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi.
2.3 Pengaruh
Bising
Kesepakatan
para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi untuk pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang
batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat
menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi
tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah
beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan
dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat
pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh
tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan
darah.
Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan
karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti
perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran
keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika
dicoba bekerja di lingkungan yang bising. Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga
kerja.Gangguan kesehatan
yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja bermacam-macam.
a. Gangguan
pada pendengaran
·
Trauma Akustik: Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan
pemaparan tunggal (Single
exposure) terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau
ketulian yang disebabkan suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.
·
Temporary Threshold Shift (TTS) atau kurang pendengaran akibat bising sementara (KPABS). Adalah efek jangka pendek dari pemaparan bising,
berupa kenaikan ambang
sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan terhadap bising akan kembali normal. Faktor yang mempengaruhi
terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan dan lama waktu
istirahat dari
pemaparan, tipe bising dan kepekaan individual.
·
Permanent Threshold shift (PTS) atau kurang pendengaran akibat bising tetap. Adalah
kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini dapat
disebabkan oleh efek kumulatif pemaparan terhadap bising yang berulang selama bertahun-tahun.
b. Gangguan
pada Fisiologi
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam
telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah
tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal
metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Kebisingan
bisa direspon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai ancaman atau stres, yang kemudian berhubungan
dengan pengeluaran hormon stres seperti epinephrine, norepinephrine dan kortisol. Stres akan
mempengaruhi sistim
saraf yang kemudian berpengaruh pada detak jantung, akan berakibat perubahan tekanan darah. Stres yang
berulang-ulang bisa menjadikan perubahan tekanan darah itu menetap. Kenaikan tekanan
darah yang terus- menerus akan berakibat pada hipertensi dan stroke.
c.
Gangguan pada pembicaraan (komunikasi)
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking
effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.
Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan
terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya
pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang
belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung mengakibatkan
bahaya pada keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar
teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu
pekerjaan dan produktifitas kerja.
2.4
Pernyataan Tingkat Kebisingan
• Tingkat
Kebisingan Statistik
Model
yang dipergunakan untuk menyatakan distribusi kebisingan selama interval
tertentu secara lebih mendalam.
L10
: tingkat bising yang dicapai selama 10% dari waktu ukur
L50 : tingkat bising yang dicapai selama 50%
dari waktu ukur
L90
: tingkat bising yang dicapai selama 90% dari waktu ukur
• Tingkat
Kebisingan Ekivalen
Model yang dipergunakan
untuk menyatakan tingkat kebisingan rerata dalam interval waktu tertentu. Salah
satu perhitungan tingkat tekanan bunyi adalah tingkat tekanan bunyi ekuivalen
dimana nilai tertentu bunyi yang fluktuatif selama waktu tertentu setara dengan
tingkat bunyi yang steady state pada selang waktu yang sama. Tingkat tekanan
bunyi rata-rata terhadap waktu ( Leq ) dapat ditentukan melalui persamaan :
Deviasi standar dari Tingkat
kebisingan ekuivalen adalah :
ti = Lamanya waktu dengan Tingkat Kebisingan Li
T
= ∑ ti = t1 + t2 + t3 + ……….
Pi
= ti/T = fraksi waktu
• Tingkat Kebisingan Siang Malam
Model
yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan lingkungan.
Interval Siang : 16 jam (06.00 – 22.00)
Interval Malam : 8 jam (22.00 – 06.00
Persamaannya adalah sebagai
berikut :
2.5 PENGUKURAN
KEBISINGAN
Cara
Pengukuran Tingkat Kebisingan
Suara
atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak
suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi
lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur
intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang
bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat
kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya
meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan
bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara
berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk
menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring
dengan bantuan alat:
Ø
Noise
Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)
Ø
Peralatan
audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk
menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Peralatan yang dipergunakan
Ada
beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter,
sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain.
Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer
sudah cukup banyak memberikan informasi.
ü
Sound
Level Meter (SLM)
Adalah
instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas
mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon
frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi
sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik
dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara
bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang
sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah.
Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap
berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi
perbedaan respon manusia.
Gambar
Sound Level Meter
ü
Octave
Band Analyzer (OBA)
Saat
bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf
yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai
tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang
rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran
dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari
satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah
37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 H
Analisis
kebisingan Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor:Kep-48/MENLH/ 11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan Tanggal 25
Nopember 1996,
maka pengukuran tingkat kebisingan dapat
dilakukan dengan dua cara:
Ø
Cara
sederhana
Dengan sebuah sound
level meter diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 ( sepuluh ) menit
untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
Ø
Cara
Langsung
Dengan sebuah
integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu
Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh)
menit. Evaluasi hasil pengukuran dengan baku mutu kebisingan yang ditetapkan
dengan toleransi +3 dBA (Sasongko dan Hadiyarto, 2000)
Tabel Lampiran SK
Menteri Negara
Lingkungan Hidup
No.48 Tahun 1996
2.6 UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN
a.
Pengendalian pada Sumber
Pengendalian
kebisingan pada sumber mencakup:
1) Perlindungan pada peralatan, struktur dan
pekerja dari dampak bising.
2) Pembatasan tingkat bising yang boleh
dipancarkan sumber (Sasongko, 2000).
b. Pengendalian Pada Media Rambatan
Pengendalian pada
lintasan (media rambatan) adalah pengendalian diantara sumber dan penerima
kebisingan. Prinsip pengendaliannya adalah dengan melemahkan intensitas
kebisingan yang merambat dari sumber kepenerima dengan cara membuat
hambatan-hambatan. Ada 2 cara pengendalian kebisingan pada lintasan yaitu out
door noise control dan indoor noise control.
1) Outdoor Noise Control
Pengendalian kebisingan
di luar sumber suara adalah mengusahakan menghambat rambatan suara di luar
ruangan sedemikian rupa sehingga intensitas suaranya menjadi lemah (Sasongko,
2000).
2) Indoor Noise Control
Pengendalian di dalam
ruang sumber suara adalah usaha menghambat rambatan suara atau kebisingan di
dalam ruangan atau gedung sehingga intensitas suara menjadi lemah (Sasongko,
2000).
c.
Pengendalian Pada Pendengar
Pengendalian
kebisingan pada pendengar dilakukan untuk mereduksi tingkat kebisingan yang
diterima harian, sering disebut dengan personal hearing protection.
Pengendalian ini ditujukan pada pekerja pabrik atau mereka yang bertempat
tinggal didekat jalan raya yang ramai. Karena daerah utama kerusakan akibat
kebisingan pada manusia adalah pendengaran (telinga bagian dalam), Maka metode
pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi tingkat
kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk
ke telinga bagian dalam. Cara yang biasa digunakan untuk pengendalian
kebisingan pada penerima adalah:
Ø
Pengendalian
Secara Teknis
1. Mengubah cara kerja, dari yang
menimbulkan bising menjadi berkurang suara
yang menimbulkan bisingnya.
2. Menggunakan penyekat dinding
dan langit-langit yang kedap suara
3. Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi
sumber kebisingan
4. Substitusi mesin yang bising
dengan mesin yang kurang bising
5. Menggunakan fondasi mesin yang
baik agar tidak ada sambungan yang
goyang, dan mengganti bagian-bagian logam
dengan karet
6. Modifikasi mesin atau proses
7. Merawat mesin dan alat secara
teratur dan periodik sehingga dapat
mengurangi suara bising
Ø
Pengendalian
Secara Administratif
Yaitu berupa kriteria atau
tingkat baku kebisingan untuk tindakan pencegahan yang menetapkan tingkat
kebisingan maksimal yang diperbolehkan dan lamanya kebisingan yang boleh
diterima dalam kaitannya dengan perlindungan pendengaran. Pengendalian secara
administratif mempunyai tujuan untuk mengendalikan tingkat dan lama kebisingan
yang diterima oleh pekerja dengan mengatur pola kerja sesuai lingkungannya.
Ø
Penggunaan
Alat Pelindung Diri
Apabila pengendalian secara
teknis dan administratif belum dapat mereduksi tingkat dan lama kebisingan yang
diterima maka digunakan alat pelindung kebisingan yaitu ear plug atau ear muff.
Tindakan yang terpenting dalam pengendalian kebisingan adalah dengan mengurangi
tingkat bunyi dengan cara-cara teknis, baik korektif (peredam bunyi, panel anti
pantulan, lapis pelindung, pelindung kepala dll) atau lebih baik dengan
merancang mesin-mesin yang kurang bising (Joko Suyono, 1995:173).
2.7 Metode
prediksi kebisingan
2.7.1 metode sumber titik
Seringkali sound power level
dari sumber kebisingan tidak diketahui tetapi tingkat kebisingan pada suatu
jarak tertentu dari sumber kebisingan diketahui. Persamaan yang dipergunakan
untuk prediksi kebisingan dengan kondisi tersebut adalah :
Dengan : L2= tingkat
kebisingan pada jarak r2 dari sumber (dBA)
L1= tingkat kebisingan pada jarak r1 dari sumber (dBA)
2.7.2 metode sumber garis
Metode matematis yang dipergunakan untuk memprediksi
sumber kebisingan garis bergerak disajikan dalam persamaan:
Dengan : L2= tingkat
kebisingan pada jarak r2 dari sumber (dBA)
L1= tingkat kebisingan pada jarak r1 dari sumber (dBA)
2.7 Studi kasus
·
Suara
yang terdengar dari kawasan industri yang luasnya S = 500m x 500m = 250.000m2,
diketahui sound power level industri standar, Lw= 65 dBA/m2. prediksi sound
power level (Lwa) industri tersebut adalah :
Lwa=Lw + 10 log
(s/1m2)
=65 dBA/m2 + 10 log
[(250.000m2)/(1m2)]
=65 dBA/m2 + 54 dBA/m2 = 119 dBA/m2
·
Sebuah
rumah berlokasi di dekat jalan raya dengan jarak 50m dari tepi jalan. Lebar
jalan tersebut 20m terbagi menjadi 4 jalur. Rerata lalu lintas harian 40.000
kendaraan dengan rincian 3% medium truck, 1% heavy truck dan sisanya
automobile. Kecepatan rerata 75 km / jam. Antara jalan dan rumah terdapat tanah
rumput dan tidak ada bangunan lain. hitung
Tingkat kebisingan pada saat jam puncak (peak hour) dimana volume lalu
lintas setiap jamnya 10 % dari lalu lintas harian rerata
Diketahui
: Lo, a = 69 dBA
Lo, mt = 80 dBA
Lo, ht = 84,6 dBA
Saat
jam puncak, jumlah kendaraan yang lewat adalah :
Na =
96% x 10% x 40.000 = 3.840 buah
Nmt = 3% x 10% x 40.000 = 120 buah
Nht = 1% x 10% x 40.000 = 40 buah
Diketahui:
Sa = Smt = Sht = 75 jam
t
= 1 am
d
= 50 + ½ x 20 = 60 m
α = 0,5 (tanah berumput)
Tingkatan
kebisingan masing-masing enis kendaraan terhitung adalah :
La = 69,0+10 log (3840/75)+10 log (15/60)1+0,5
- 13 = 64,1 dBA
Lmt
= 80,0 + 10 log (120/75)+10 log (15/60)1+0,5-13 = 60,0 dBA
Lht
= 84,6 + 10log (40/75)+10 log 15/60)1+0,5-13 = 59,8 dBA
Tingkat
kebisingan total terhitung adalah:
Ltotal
= 10 log [1064,1/10 +1060/10+1059,8/10] = 86,6
dBA
DAFTAR
PUSTAKA
Doelle,
L. Leslie..1993. Akustik Lingkungan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ikron,
I Made Djaja, Ririn Arminsih Wulandari. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu
lintas Terhadap Psikologi Anak Di Sekolah Dasar Cipinang Muarakabupaten
Jatinegara, Jakarta Timur, Provinsi Jakarta. Departemen Kesehatan
Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia.
Patrick,
Cunniff F. 1997. Enviromental Noise Pollution. Canada: John Wiley
& Sons Inc.
Suma’mur,
P.K. 1984. Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Saksama.
Joko Suyono. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja.
Jakarta: EGC.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor:Kep-48/MENLH/ 11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan Tanggal 25
Nopember 1996
Dwi P. Sasongko. 2000. Kebisingan Lingkungan.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Langganan:
Postingan (Atom)